Senin, 02 Februari 2015

Bapak Pramuka Indonesia

Semangat Organisasi Seorang Bapak Pramuka Indonesia

Siapa yang tak tahu, setiap tanggal 14 Agustus
merupakan Hari Pramuka. Tetapi, mungkin banyak yang tidak mengenal bahkan
mengetahui siapa Bapak Tokoh Pramuka Indonesia.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah seorang Raja Kesultanan Yogyakarta.
Beliau juga disebut sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat
sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.
Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) IX Lahir di Yogyakarta dengan nama GRM
Dorojatun pada 12 April 1912, HB IX adalah putra dari Sri Sultan
Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Diumur 4 tahun HB IX tinggal
pisah dari keluarganya. Beliau memperoleh pendidikan di HIS Yogyakarta, MULO
di Semarang, dan AMS di Bandung. Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di
Universiteit Leiden, Belanda, disinilah beliau sering mendapat panggilan “Sultan
Henkie”.

Sri Sultan HB IX merupakan contoh bangsawan yang demokratis. Pemerintahan
Kesultanan Yogyakarta mengalami banyak perubahan di bawah pimpinannya.
Pendidikan Barat yang dijalaninya sejak usia 4 tahun membuat HB IX
menemukan banyak alternatif budaya untuk menyelenggarakan Keraton
Yogyakarta di kemudian hari. Berbagai tradisi keraton yang kurang
menguntungkan dihapusnya dan dengan alternatif budaya baru HB IX
menghapusnya.

Meski begitu bukan berarti ia menghilangkan substansi sendiri sejauh itu perlu
dipertahankan. Bahkan wawasan budayanya yang luas mampu menemukan
terobosan baru untuk memulihkan kejayaan kerajaan Yogyakarta.

Bapak Pramuka Indonesia

Semangat menyatukan berbagai organisasi kepanduan yang tumbuh di
Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan terus berkobar. Hal itu membuat
Presiden Soekarno lantas berkoordinasi dengan Pandu Agung, Sri Sultan HB IX.
Pada 20 Mei 1961 terbitlah Keppres No 238 / 1961, yang melebur seluruh
organisasi kepanduan pada satu wadah yaitu Gerakan Pramuka. Gerakan
Pramuka diperkenalkan pada tanggal 14 Agustus 1961, dengan penyerahan
Panji-panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno kepada Sri Sultan HB IX,
yang selanjutnya diperingati sebagai Hari Pramuka.

Gerakan Pramuka memang lahir dari berbagai organisasi kepanduan yang
tersebar di Tanah Air. Dalam masa peralihan itu peran Sri Sultan HB IX sangat
besar hingga Sri Sultan HB IX dipercaya mendampingi perjalanan kepengurusan
Gerakan Pramuka di tingkat nasional, yaitu sebagai Ketua Kwartir Nasional
Gerakan Pramuka selama 4 periode untuk masa bakti 1961-1963, 1963-1967,
1967-1970 dan 1970-1974. Kiprah Sri Sultan HB IX dalam pembinaan Gerakan
Pramuka tidak hanya di dalam negeri.

Konsep-konsep pemikiran beliau tentang kepanduan atau Gerakan Pramuka mendapat sambutan yang luar biasa. Salah satunya pidato Sri Sultan HB IX di Konferensi Kepramukaan Se-dunia tahun 1971, mendapat sambutan yang luas. Ketika itu, Sultan mengajak organisasi kepanduan terlibat dalam pembangunan masyarakat. Alhasil, pidato itu menjadi arah baru pembinaan kepanduan di seluruh dunia.

Atas jasa-jasanya yang luar biasa bagi kepramukaan internasional, Sri Sultan dianugerahi Bronze Wolf Award pada tahun 1974, penghargaan tertinggi World Organization of the ScoutMovement. Sri Sultan merupakan warga negara Indonensia yang pertama yang
memperoleh penghargaan itu.

Sebelumnya tahun 1973, beliau mendapat penghargaan dari Boy Scouts of America berupa Silver World Award.
Di dalam negeri, melalui Surat Keputusan Musyawarah Nasional Gerakan
Pramuka Tahun 1988 di Dili, Timor Timur nomor 10/MUNAS/88 tentang Bapak
Pramuka, mengukuhkan Sri Sultan HB IX sebagai Bapak Pramuka. Gerakan
Pramuka juga memberi penghargaan tertinggi kepada Sri Sultan HB IX berupa
Lencana Tunas Kencana. Penghargaan tersebut juga diterima oleh Presiden
ke-2 Republik Indonesia, H.M. Soeharto.

Pada tahun 1973 beliau diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa
jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih kembali sebagai
wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan
bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden
Soeharto yang represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN.
Minggu malam pada 1 Oktober 1988 ia wafat di George Washington University
Medical Centre, Amerika Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan
Mataram di Imogiri.



#pendobrak_Dewi_Sartika_scoutadisa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar